BAB I
TINJAUAN PENYAKIT
A.
PENGERTIAN
Efusi pleura adalah
suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dalam pleura berupa transudat
atau eksudat yang diakibatkan terjadinya ketidakseimbangan antara produksi dan
absorbsi di kapiler dan pleura viseralis.
Efusi pleura merupakan salah satu kelainan yang
mengganggu sistem pernapasan. Efusi pleura bukanlah diagnosis dari suatu
penyakit, melaikan hanya merupakan gejala dari suatu penyakit. Efusi pleura
adalah suatu keadaan dimana terdapat cairan berlebihan di rongga pleura, jika
kondisi ini dibiarkan akan membahayakan jiwa penderitanya (Arif Muttaqin, 2008).
B.
ETIOLOGI
Menurut Arif
Muttaqin (2008) menyatakan bahwa, berdasarkan jenis cairan yang terbentuk,
cairan pleura dibagi lagi menjadi transudat, eksudat, dan hemoragi.
1.
Transudat
dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif (gagal jantung kiri), sindrom
nefrotik, asites (oleh karena sirosis hepatitis), sindrom vena kava supersior,
tumor, dan sindrom Meigs.
2.
Eksudat
disebabkan oleh infeksi, TB, pneumonia, tumor, infark paru, radiasi, dan penyakit
kolagen.
3.
Efusi
hemoragi dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma, infark paru, tuberkolosis.
Berdasarkan
lokasi cairan, efusi dibagi menjadi unilateral dan bilateral. Efusi unilateral
tidak mempunyai kaitan yang spesifik dengan penyakit penyebabnya akan
tetapiefusi bilateral ditemukan pada penyakit kegagalan penyakit jantung
kongesif, sindrom nefrotik, asites, infark paru, lupus, eritamatosus sistemis,
tumor, dan tuberkulosis.
C.
GEJALA
Gejala
yang paling sering ditemukan (tanpa menghiraukan jenis cairan yang terkumpul
ataupun penyebabnya) adalah sesak nafas dan nyeri dada (biasanya bersifat tajam
dan semakin memburuk jika penderita batuk atau bernafas dalam). Kadang beberapa
penderita tidak menunjukkan gejala sama sekali.
Gejala lainnya yang mungkin
ditemukan:
1.
Batuk
2.
Cegukan
3.
Pernafasan yang cepat
4.
Nyeri perut.
(Sumber Situs Kesehatan :
www.spesialis.info)
D.
PATOFISIOLOGI
Didalam rongga pleura
terdapat + 5ml cairan yang cukup untuk membasahi seluruh permukaan
pleura parietalis dan pleura viseralis. Cairan ini dihasilkan oleh kapiler
pleura parietalis karena adanya tekanan hodrostatik, tekanan koloid dan daya
tarik elastis. Sebagian cairan ini diserap kembali oleh kapiler paru dan pleura
viseralis, sebagian kecil lainnya (10-20%) mengalir kedalam pembuluh limfe
sehingga pasase cairan disini mencapai 1 liter seharinya.
Terkumpulnya cairan di
rongga pleura disebut efusi pleura, ini terjadi bila keseimbangan antara
produksi dan absorbsi terganggu misalnya pada hyperemia akibat inflamasi,
perubahan tekanan osmotic (hipoalbuminemia), peningkatan tekanan vena (gagal
jantung). Atas dasar kejadiannya efusi dapat dibedakan atas transudat dan
eksudat pleura. Transudat misalnya terjadi pada gagal jantung karena bendungan
vena disertai peningkatan tekanan hidrostatik, dan sirosis hepatic karena
tekanan osmotic koloid yang menurun. Eksudat dapat disebabkan antara lain oleh
keganasan dan infeksi. Cairan keluar langsung dari kapiler sehingga kaya akan
protein dan berat jenisnya tinggi. Cairan ini juga mengandung banyak sel darah
putih. Sebaliknya transudat kadar proteinnya rendah sekali atau nihil sehingga
berat jenisnya rendah. (Arif Muttaqin, 2008).
E.
PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan
adalah untuk menemukan penyebab dasar, untuk mencegah penumpukan kembali
cairan, dan untuk menghilangkan ketidaknyamanan serta dipsnea. Pengobatan
spesifik ditujukan pada penyebab dasar (misal gagal jantung kongestif,
pneumonia, seosis).
Torakosintesis
dilakukan untuk membuang cairan, untuk mendapatkan specimen guna keperluan
analisis, dan untuk menghilangkan dipsnea. Namun bila penyebab dasar adalah
malignansi, efusi dapat terjadi kembali dalam beberapa hari atau minggu.
Torasentesis berulang menyebabkan nyeri, penipisan protein dan elektrolit, dan
kadang pneumothoraks. Dalam keadaan ini pasien mungkin diatasi dengan
pemasangan selang dada dengan drainase yang dihubungkan ke system drainase
water-seal atau pengisapan untuk mengevaluasi ruang pleura dan pengembangan
paru.
Agens yang secara
kimiawi mengiritasi, seperti tetrasiclin, dimasukan kedalam ruanga pleura untuk
mengobliterasi ruang pleuar dan mencegah akumulasi cairan lebih lanjut. Setelah
agens dimasukan, selang dada di klem dan pasien dibantu mengambil berbagai
posisi untuk memastikan penyebaran agens secara merata dan untuk memaksimalkan
kontak agens dengan permukaan pleural. Selang dilepaskan klemnya sesuai yag
diresepkan, dan drainase dada diteruskan beberapa hari lebih lama untuk
mencegah reakumulasi cairan dan untuk meningkatkan pembentukan adhesi antara
pleural fiseralis dan parietalis. Modalitas penyakit lainya untuk efusi pleura
malignan termasuk radiasi dinding dada, bedah pleurectomi, dan terapi diuretic.
Jika cairan pleura merupakan eksudat, prosedur dianostik yang lebih jauh
dilakukan untuk menentukan penyebabnya penyatik. Pengobatan untuk penyebab
primer kemudian dilakukan. (Nuzulul Zulkarnain Haq, 2011)
BAB
II
ASUHAN
KEPERAWATAN PADA GANGGUAN SISTEM PERNAPASAN
EFUSI
PLEURA
A. PENGKAJIAN
1.
Anamnesis
a.
Identitas
klien yang harus diketahui perawat meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat
rumah, agama/kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan,
pekerjaan klien, dan asuransi kesehatan.
Keluhan
utama merupakan faktor utama yang mendorong klien mencari pertolongan atau
berobat ke rumah sakit. Biasanya pada klien dengan efusi pleura didapatkan
keluhan berupa sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritis akibat
iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlukalisasi terutama pada saat batuk
dan bernafas serta batuk non produktif.
b.
Riwayat
penyakit saat ini
Klien
dengan efusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya keluhan seperti batuk,
sesak nafas, nyeri pleuritis, rasa berat pada dada, dan berat badan menurun.
Perlu juga ditanyakan sejak kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah
dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhan tersebut.
c.
Riwayat
penyakit dahulu
Perlu
ditanyakan pula, apakan klien pernah menderita penyakit seperti TB paru,
pneumonia, gagal jantung, trauma, asites, dan sebagainya. Hal ini perlu
diketahui untuk melihat ada tidaknya kemungkinan faktor predisposisi.
d.
Riwayat
penyakit keluarga
Perlu
ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-penyakit yang
mungkin dapat menyebabkan efusi pleura seperti kanker paru, asma, TB paru, dan
lain sebagainya.
e.
Pengkajian
psikososial
Pengkajian
psikososial meliputi apa yang dirasakan klien terhadap penyakitnya, bagaimana
cara mengatasinya, serta bagaimana perilaku klien terhadap tindakan yang
dilakukan kepada dirinya.
2.
Pemerikaan
Fisik
a.
Inspeksi
Peningkatan
usaha dan frekuensi pernafasan yang disertai penggunaan otot bantu pernafasan.
Gerakan pernafasan eskpansi dada yang asimetris (pergerakan dada tertinggal
pada sisi yang sakit), iga melebar, rongga dada asimetris (cembung pada sisi
yang sakit). Pengkajian batuk yang produktif dengan sputum purulen.
b.
Palpasi
Pendorongan
mediastinum kearah hemitorak kontralateral yang diketahui dari posisi trakea
dan ictus cordis. Taktil fremitus menurun terutama untuk efusi pleura yang
jumlah cairannya >300cc. Disamping itu, pada palpasi juga ditemukan
pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit.
c.
Perkusi
Suara
perkusi redup hingga pekak tergantung dari jumlah cairannya.
d.
Auskultasi
Suara
nafas menurun sampai menghilang pada sisi yang sakit. Pada posisi duduk, cairan
semakin keatas semakin tipis.
3.
Pemeriksaan
Penunjang Diagnostik
a.
Pemeriksaan
Radiologi
Pada
Flouroskopi maupun foto thoraks PA cairan yang kurang dari 300 cc tidak bisa
terlihat. Mungkin kelainan yang tampak berupa penumpukan kostofrenikus. Pada
efusi pleura subpulmonal, meskipun cairan pleura lebih dari 300cc, frenococostalis tampak tumpul dan
diafragma kelihatan meninggi. Untuk memastikannya, perlu dilakukan dengan foto
thoraks lateral dari sisi yang sakit (lateral dekubitus). Foto ini akan memberikan
hasil yang memuaskan bila cairan pleura sedikit. Pemeriksaan radiologi foto thoraks juga
diperlukan sebagai monitor atas intervensi yang telah diberikan dimana keadaan
keluhan klinis yang membaik dapat lebih dipastikan dengan penunjang pemeriksaan
foto thoraks.
b.
Biopsi
Pleura
Biopsi
ini berguna untuk mengambil spesimen jaringan pleura melalui biopsi jalur
perkutaneus. Biopsi ini dilakukan untuk mengetahui adanya sel-sel ganas atau
kuman-kuman penyakit (biasanya kasus pleurisy
tuberculosa dan tumor pleura).
c.
Pengukuran
Fungsi Paru (Spirometri)
Penurunan
kapasitas vital, peningkatan udara residual ke kapasitas total paru, dan
penyakit pleural pada tuberkulosis kronis tahap lanjut.
d.
Pemeriksaan
Laboratorium
Pemeriksaan
laboratorium yang spesifik adalah dengan memeriksa cairan pleura agar dapat
menunjang intervensi lanjutan. Analisis cairan pleura dapat dinilai mendeteksi
kemungkinan pnyebab dari efusi pleura. Pemeriksaan cairan pleura hasil
thorakosentesis secara makroskopis biasanya dapat berupa cairan hemoragi,
eksudat, dan transudat.
1)
Haemorrhagic pleural efusion, biasanya terjadi pada klien dengan adanya keganasan
paru atau akibat infark paru terutama disebabkan oleh tuberkulosis.
2)
Yellow exsudate pleura efusion, terutama terjadi pada keadaan gagal jantung kongestif,
sindrom nefrotrik, hipoalbuminemia, dan perikarditis konstriktif.
3)
Clear transudate pleural efusion, sering terjadi pada klien dengan keganasan ekstrapulmoner.
B. DIANOGSA
KEPERAWATAN
1.
Gangguan
pertukaran gas berhubungan dengan efusi pleura ditandai dengan (DS= pasien
mengatakan bahwa ia sesak nafas; DO= pasien nampak sesak nafas, pernafasan
pasien nampak cepat dengan RR= > 20x/menit).
2.
Nyeri
akut berhubungan dengan efusi pleura ditandai dengan (DS= pasien mengatakan
nyeri dada dan nyeri perut dan mengatakan nyeri seperti ditusuk saat batuk dan
nafas dalam, pasien mengatakan nyeri pada skala.... ; DO= pasien nampak....)
3.
Resiko
intoleran aktivitas yang berhungan dengan gangguan pertukaran gas dan nyeri
akut.
C.
INTERVENSI
|
No.
|
DIAGNOSA
|
TUJUAN & KRITERIA HASIL
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
|
1.
|
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan Efusi Pleura
di tandai dengan ( ds = pasien mengatakan bahwa ia sesak napas; do = pasien
nampak sesak napas, pernapasan pasiean nampak cepat dengan RR: >20x/menit
)
|
Tujuan:Mendemonstrasikan perbaikan ventilasi
Kriteria : Bunyi napas jelas, frekuensi napas 12-20/menit, frekuensi nadi 60-100x/menit, tdk ada
batuk, meningkatnya volume respirasi pada spirometer insentif.
|
Mandiri :
1. Kaji Penurunan nyeri yang optimal dengan
periode keletihan atau depresi pernapasan yang optimal
2. Jika tidak dapat berjalan, tetapkan suatu
aturan untuk turun dari tempat tidur, duduk di kursi beberapa kali sehari
3. Tingkatkan aktivitas secara bertahap,
jelaskan bahwa fungsi pernapasan akan menungkat denagn aktivitas
4. Bantu respon setiap 8 jam jika mungkin
5. Latihan batuk efektif lima kali setiap jam
6. Artikulasi bidang paru selama 8 jam
7. Konsul dokter jika gejala-gejala pernapasan
yg ada bertambah berat.
Kolaborasi :
8. Berikan ekspektoran sesuai dengan anjuran
dan evaluasi keefektifannya.
9. Berikan oksigen tambahan sesuai dengan
anjuran, sesuaikan kecepatan aliran dengan hasil AGD. Jika sudah digunakan
masker oksigen namun pasien bertambah gelisah, konsul ke ahli terapi pernapasan
untuk pemasangan kanula nasal.
|
Kedalaman pernapasan dipengaruhi oleh situsi nyeri pada saat
bernapas, keletihan dan depresi
Meningkatkan kemampuan ekspansi paru, jika klien dalam posisi duduk kemampuan ekspansi
paru akan meningkat.
Mengoptimalkan fungsi paru sesuai dengan
kemampuan aktivitas individu
Membantu drainase postural, mencegah depresi
jaringan paru/dada untuk Pernapasan
Meningkatkan ekspansi paru dan asupan oksigen
ke paru dan system peredaran darah
Mengevaluasi kondisi yang mungkin dapat memperburuk
ventilasi dan perfusi jaringan.
Hal tersebut merupakan tanda awal terjadinya
komplikasi.
Ekspektoran membantu mengencerkan sekresi
sehingga sekret dapat dikeluarkan pada saat batuk.
Pemberian oksigen tambahan dapat menurunkan
kerja pernapasan dgn menyediakan lebih banyak oksigen untuk dikirim ke sel,
walaupun konsentrasi oksigen yg lebih tinggi dapat dialirkan melalui masker oksigen, hal tersebut seringkali mencetuskan perasaan terancam bagi
pasien, khususnya pada pasien dengan distres pernapasan
|
|
2.
|
Nyeri akut berhubungan dengan efusi pleura ditandai dengan ( ds =
pasien mengatakan nyeri dada dan nyeri perut dan mengatakan nyeri seperti
ditusuk saat batuk dan napas dalam, pasien mengatakan nyeri pada skala....;
do = pasien nampak .......)
|
Tujuan: Mendemonstrasikan bebas dari nyeri.
Kriteria : Tidak terjadi nyeri, Napsu makan menjadi normal, ekspresi wajah
rileks, dan suhu tubuh normal.
|
Mandiri :
1. Amati perubahan suhu setiap 4 jam
2. Amati kultur sputum
3. Berikan tindakan untuk memberikan rasa nyaman
seperti mengelap bagian punggung pasien, mengganti alat tenun yg kering setelah
diaforesis, memberi minum hangat, lingkungan yang tenang dengan cahaya yang redup dan sedatif ringan jika dianjurkan berikan pelembab pada
kulit dan bibir.
4. Lakukan tindakan-tindakan untuk mengurangi
demam seperti :
- Mandi air hangat
- Kompres air hangat
- Selimut yg tidak terlalu tebal
- Tingkatkan masukan cairan
Kolaborasi :
1. Konsul pada dokter jika nyeri dan demam
tetap ada atau mungkin memburuk.
2. Berikan antibiotik sesuai dengan anjuran
dan evaluasi keefektifannya
|
Untuk mengidentifikasi kemajuan-kemajuan yang terjadi maupun
penyimpangan yang terjadi
Untuk mengidentifikasi kemajuan-kemajuan yang
terjadi maupun penyimpangan yang terjadi
Tindakan tersebut akan meningkatkan relaksasi.
Pelembab membantu mencegah kekeringan dan pecah-pecah di mulut dan bibir.
Mandi dengan air dingin dan selimut yang tidak terlalu tebal memungkinkan terjadinya pelepasan panas secara
konduksi dan evaporasi (penguapan). Cairan membantu mencegah dehidrasi karena
meningkatnya metabolisme.
Analgesik membantu mengontrol nyeri dengan
memblok jalan rangsang nyeri. Nyeri pleuritik yang berat sering kali memerlukan analgetik
narkotik untuk mengontrol nyeri lebih efektif
Hal tersebut merupakan tanda berkembagnya
komplikasi.
|
D. EVALUASI
DIAGNOSA 1
S = Pasien
mengatakan tidak sesak napas lagi.
O = Bunyi
napas jelas
Frekuensi
napas/RR normal ( 12-20x/menit )
Batuk
pasien nampak berkurang
DIAGNOSA 2
S = Pasien
mengatakan sudah tidak nyeri
O = Ekspresi
wajah pasien tampak rileks.
Suhu
tubuh pasien normal ( 36,50 C – 37,50C )
DIAGNOSA 3
Resiko
intoleran aktivitas tidak terjadi.
REFERENSI
(2008). Retrieved September 9, 2014, from Artikel dan
InformasiPenyakit:
http://www.spesialis.info/?efusi-pleura,994
Haq, N. Z. (2011, Oktober 12). Retrieved September 09, 2014,
from Nuzulhook:
http://nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35519-Kep%20Respirasi-Askep%20Efusi%20Pleura.html
Herdman, T. H. (2011). Diagnosis Keperawatan : Definisi
dan klasifikasi 2012 dan 2014.
Jakarta: EGC.
Mailiyn, D. E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan :
Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian keperawatan pasien (3 ed.). Jakarta: EGC.
Muttaqin, A. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan
Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta, Jakarta, Indonesia: Salemba Medika.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar